Mbacang

Deskripsi: Pohon mbacang tumbuh liaar di hutan dipterocarp Semenanjung Malaysia, Thailand, Sumatera, dan Kalimantan.  Tingginya mencapai 30-35 mm, batang lurus, kulit kayunya berwarna cokelat muda sampai cokelat kelabu tua.  Tajuknya rapat, daunnya berbentuk lonjongjorong sampai jorong melebar, kadang-kadang lanset sungsang, ukuran (15-40) cm x (9-15) cm, tangkai daun panjang 1,5-8 cm.

Berbunga agak lebat berwarna merah jambu sampai kemerahan tua, bagian-bagian bunga berbilang 5.  Daun kelopak bundar telur sungsang sampai berbentuk lanset, panjang 4-5 mm; daun mahkota berbentuk lanset menyempit, tangkai putik panjang kira-kira 8 mm, berwarna lembayung kemerah-jambuan.  Kepala sari berwarna ungu gelap, tangkai sari bersatu di pangkalnya.  Tangkai putik tidak sepusat, berwarna putih panjang 6-7 mm.  Ukuran buah dan bentuknya bervariasi, bertipe buah batu yang berbentuk lonjong-bundar telur miring atau hampir bulat, berwarna hijau lumut tua-kotor atau hijau kekuning-kuningan, berkulit licin kusam.  Daging buah berwarna kuning-jingga pucat atau kuning, dan berserat, berisi banyak sari buah, dipanen pada musim hujan, yang di Jawa Barat jatuh bulan Oktober sampai Desember.  Perbanyakan tanaman ini dengan bijinya.  Hama yang merusak pohon ini adalah penggerek batang (Rhytidodera simulans, kumbang bercula panjang).  Arbela, Kumbang belalai mangga (Cryptorrhynchus mangiferae). (Bompard, 1997).

 

Manfaat: Di Kalimantan Timur, buah mbacang dipakai sebagai pengganti buah asam untuk bumbu pengasam dalam membuat sambal.  Di Malaysia, buah mbacang digunakan dalam pembuatan 'chut-neys', juga asinan.  Daunnya sebagai obat penurun demam dan bijinya untuk mengobati penyakit jamur (trichophylosis), kudis, dan eksim.  Orang asli di semenanjung Malaysia memanfaatkan getah mbacang untuk gambar tato.  Kayunya cocok untuk membuat konstruksi dalam rumah yang ringan-ringan.

Sumber : Perpustakaan Kehutanan