Sulatri

Deskripsi: Sulatri merupakan pohon yang berukuran kecil sampai sedang, tingginya 30 m dengan diameter batang mencapai 70 cm, jarang berbanir, kadang-kadang terdapat taji atau akar lutut.  Rantingnya biasa bersegi 4, tunas terminal berbentuk kerucut panjang 4-20 mm.  Berdaun lonjong sampai jorong, panjang 5-29 cm, biasanya berbentuk pasak pada pangkal, lancip atau luncip pada ujung. 

Perbungaan aksial, biasanya berbentuk kipas dan bercabang dengan jumlah bunga 3-21.  Bunga berkelopak 4 dan buahnya berbentuk bulat.  Sulatri tumbuh di hutan hujan dataran rendah tropik dari tepi pantai sampai dataran tinggi.  Tempat tumbuhnya di areal yang agak sempit, di dataran rendah atau pegunungan hutan hujan atau kadang-kadang di hutan rawa, dengan ketinggian 1700 m dpl.  Jenis pohon ini penyebarannya meliputi Vietnam, Kamboja, Kepulauan Andaman, Thailand, seluruh Malesia ke arah kepulauan Solomon dan Australia Utara (Utami, 1994).  Di Indonesia penyebaran pohon ini meliputi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat & Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.  Kayu jenis ini termasuk kelas awet IV, dan kelas kuat III (Martawijaya, 1977).

 

Manfaat: Menurut Abdurahim Martawijaya dkk., kayu sulatri cocok untuk perkapalan, yaitu kayu bengkok (kromhout) untuk gading-gading, batang yang lurus untuk tiang layar dan pendayung.  Kayu yang berat dapat dipakai untuk balok, tiang, papan lantai dan papan bangunan perumahan.  Sedang kayunya yang ringan baik untuk papan, peti, dan konstruksi ringan dibawah atap.  Beberapa jenis calophillum dapat dipakai untuk tiang listrik.  Selain itu baik juga untuk roda dan sumbu gerobak, kano, bantalan, tong dan kepala pemukul golf.  Sedangkan menurut K. Heyne, getah yang mengalir dari sulatri ini dipakai untuk meracuni anjing.  Sedangkan kayu gelamnya dipakai sebagai jamu untuk kuda. Seduhan daunnya sebagai obat oles untuk nyeri encok.  Buahnya yang agak masam dapat dimakan.